Jakarta – Kabareskrim Komjen Wahyu Widada mengatakan pengungkapan laboratorium narkoba ilegal atau clandestine laboratory di Bali merupakan pelaksanaan dari visi Presiden Prabowo Subianto dan instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Wahyu mengatakan lab tersebut berpindah-pindah untuk menyamarkan kegiatannya.
Hal itu disampaikan Komjen Wahyu dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (19/11/2024). Wahyu mengatakan pemberantasan narkoba terdapat dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Pemerintah sudah memiliki satu komitmen yang kuat, khususnya melalui Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas narkoba. Ini tertuang dalam Asta Cita beliau yang ketujuh, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, perjudian, dan penyelundupan,” ujar Wahyu.
Dia mengatakan komitmen Prabowo merupakan perintah bagi Polri untuk terus bekerja keras memberantas narkoba dari hulu hingga ke hilir. Dia mengatakan pencegahan juga terus dilakukan, termasuk penyembuhan para pencandu.
Program Prabowo itu kemudian ditindaklanjuti Menko Polkam Budi Gunawan dengan membentuk desk pemberantasan narkoba yang dipimpin langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jenderal Sigit pun menginstruksikan agar Polri terus memberantas narkoba dari hulu ke hilir.
Pengungkapan kasus clandestine laboratory di Bali ini menjadi salah satu upaya mendukung program dan visi Prabowo. Wahyu mengatakan clandestine lab ini terungkap setelah jajarannya mengungkap kasus narkoba jenis hashish di Yogyakarta pada September 2024.
“Ternyata barang-barangnya berasal dari Bali. Oleh karena itu, kita bekerja sama juga dengan teman-teman dari Polda Bali kemudian juga dari Ditjen Bea Cukai untuk terus mem-profiling barang-barang yang masuk yang diperkirakan menjadi sarana atau alat membuat narkoba,” ujar Wahyu.
Dia mengatakan operasi bersama itu membuahkan hasil berupa pengungkapan laboratorium narkoba. Dia mengatakan laboratorium itu berpindah-pindah.
Polisi menangkap empat orang berinisial MR, RR, N, dan DA yang berperan sebagai peracik serta pengemas narkoba. Polisi juga menetapkan DOM, RMD, IC, dan MAN sebagai buron dalam kasus ini.
“Vila ini disewa secara harian dengan harga Rp 2 juta per hari tapi bayarnya mingguan, ini diperkirakan untuk memudahkan mereka ketika ada sesuatu mereka berpindah tempat. Ketika ada indikasi orang curiga atau masyarakat curiga mereka segera kabur,” ucapnya.
“Dalam memproduksi hashish, para pelaku mengekstrak kandungan THC, jadi THC itu dalam ganja dengan perbandingan setiap 1.000 gram ganja diekstrak menjadi 200 gram hashish,” ucap Wahyu.
Dia mengatakan barang haram itu kemudian dikemas atau diisi ke dalam cartridge pod untuk vaping. Dia mengatakan hal ini dilakukan untuk menyamarkan narkoba. Wahyu meminta semua pihak berhati-hati dengan peredaran narkoba lewat pod.
“Penekanan Bapak Presiden sudah jelas, perintah dari Bapak Presiden sudah jelas untuk melakukan pemberantasan narkoba sampai ke akar-akarnya, perintah Bapak Kapolri juga sudah jelas untuk melakukan tindakan tegas terhadap segala bentuk peredaran dan penyalahgunaan narkoba, tindak tegas,” ucap Wahyu.